BNFNEWS - Medan – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara (Sumut), Green Justice Indonesia (GJI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Kenduri Kopi dan The Bamboes membuat Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2023 di Taman Budaya Medan, Rabu (27/12/2023). Walhi Sumut
“Sumatera Utara Darurat Krisis Ekologi” acara dibuka dengan diskusi dan dilanjutkan dengan Fameran foto, dan ferformence.
Dalam acara diskusi sebagai narasumber Rianda Purba (Direktur Eksekutif walhi Sumut), Dana Prima Tarigan Green Justice Indonesia (GJI), Riski Cahyadi (PFI Medan), dan Jessica Helena Wuysang (LKBN Antara) melalui Zoom.
Direktur Eksekutif Walhi Sumut pada kesempatan ini mengungkapkan, dari pantauan lingkungan hidup selama 2023, baik primer maupun sekunder serta pendampingan secara langsung Ada 18 kasus konflik agraria – SDA dengan total luas mencapai 18.141 Ha.
“9 kasus di kawasan hutan dan 9 di kawasan areal penggunaan lain. Sekitar 7.000 Kepala Keluarga harus hidup dalam bayang-bayang konflik, ketidak nyamanan, dan bayang-bayang kehilangan sumber penghidupan. 16 orang kena jerat kriminalisasi. Sementara actor penyebabnya mendapat perlindungan khusus dari Negara. Baik berlabel Negara langsung dan Swasta.” Ungkap Rianda Purba
Sementara pelakunya ada Perusahaan Perkebunan milik BUMN, Institusi Kehutanan, badan usaha atau Koperasi militer, hingga Perusahaan swasta di bidang Perkebunan sawit, hutan tanaman industri, loging, hingga Pembangunan infrastruktur.
Walhi Sumut mencatat di Sumut, ada 157.054 Ha Perkebunan Sawit yang berada Dalam kawasan hutan yang sedang mengurus keterlanjuran ini di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pengusul mayoritas adalah Perkebunan sawit. Ada 43 perkebunan sawit dengan luas mencapai 128.288 Ha. Kemudian 10553 Ha diusulkan oleh 5 Koperasi. Selanjutnya ada 22 Kelompok Tani dan Ormas yang mengusulkan total 11.829,32 Ha. Dan ada 43 perorangan yang mengusulkan lahan seluas 6383,6 Ha.
Rianda mencatat, ada 13 kasus pencemaran lingkungan yang mencuat di Tahun 2023. Mulai dari pencemaran air, pencemaran laut, tanah, Sungai, hingga udara. Sumber penyebab seperti Kapal Internasional pengangkut aspal, aktivitas Pelabuhan, pabrik, PLTU, hingga SPBU.
Catatan Walhi Sumut ada 40 Bencana Ekologis melanda Sumatera Utara Dalam Tahun 2023. Sebagian besar adalah banjir dan longsor. Akibatnya, 22 Meninggal Dunia, 1000 Jiwa mengungsi, 1231 bangunan rumah dan infrastruktur. Tidak belajar, sebuah kata yang tepat ditujukan ke Pemerintah. Bencana tersebut merupakan pembiaran. Pembiaran hilangnya hutan area tangkap air. Justru, kelola hutan diberikan kepada Perusak hutan dan alam.
“5 Titik Kebakaran Hutan dan Lahan terjadi di Sumatera Utara dalam Tahun 2023. 2 terjadi di Kab. Karo, 3 lainnya terjadi di Kab. Dairi, Humbang Hasundutan, dan Padang Lawas.” Ujar Rianda
Walhi mencatat, Pertambangan menyumbang 18 kasus kerusakan lingkungan di Sumut pada 2023. Dari yang legal hingga illegal, banyak kasus Galian C yang peruntukannya sebagian adalah untuk proyek Nasional.
Beberapa Perusahaan yang terindikasi sebagai pelaku diataranya: PT Harazaki Ananta dan PT Nusantara Hidrotama, PT Karya Sejati Utama, PT. ANRA, PT Karya Sejati Utama, PT. Jaya Konstruksi, CV Par T, dan Pengusaha perorangan tanpa izin.
Dalam konteks program Perhutanan Sosial, Walhi Sumut mengugkapkan, Walhi Sumut turut memfasilitasi peningkatan akses kuasa dan kelola WKR baik melalui Perhutanan Sosial ataupun Tanah Objek Reforma Agraria (Tora).
Ada 13 Kelompok Tani yang sudah memperoleh izin perhutanan sosial, dengan total luas 1895 Ha. Kemudian ada 4 usulan TORA yang masih mandeg, dan 3 usulan Perhutanan Sosial yang juga mandeg, contoh Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri.
Dalam 3 tahun terakhir, di Sumut menemukan ada 10 kasus konflik perhutanan sosial pasca izin di 6 Kabupaten di Sumatera Utara (Langkat, Dairi, Labuhan Batu Utara, dengan luas areal mencapai ± 7322 Ha.
Corak konflik tenurial yang terjadi yaitu, pertama; tumpang tindih penguasaan hutan terjadi antara pemegang izin perhutanan sosial (KTH – kelompok tani hutan) dengan oknum Pengusaha/Pemodal.
Berbagai intimidasi dan kriminalisasi yang dialami Masyarakat. Contohnya kasus kriminalisasi 2 orang Pengurus Kelompok Tani Nipah di Desa Kuala Serapuh, Kec. Tanjung Pura, Langkat di tahun 2021 lalu.
Dalam kesempatan yang sama Dana Prima Tarigan dari GJI mengungkapkan, ada ancaman pembukaan lahan dari PT Agincourt Raesouce yang bergerak di Tambang Emas Martabe seluas 130.52 Ha, PLTA Batang Toru seluas 122 Ha, PLTP Sarula (Geotermal)Seuas 77,3 Ha, PTPN III (Perkebunan Sawit), dan PKR PT Toba Pulp Lestari.
Selain itu Dana Prima Tarigan juga melihat adanya Politik pengelolaan kawasan yang pro Korporasi dengan metode tukar guling kwasan untuk sponsor politik, juga penurunan status kawasan hutan dalan Rencana Tata Ruang Wilayah dan SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.**
0 Komentar