Megalomania, Dan Tradisi Senioritas Yang Kebablasan Di Negeri Ini

Megalomania, Dan Tradisi Senioritas Yang Kebablasan Di Negeri Ini




Pada satu malam, Penulis tercengang mendengar obrolan dari kedua teman yang duduk di warung kopi, Duduk tepat disebelahnya.

"Usia, Pengalaman dan kemampuanmu masih diragukan Bos, Kau masih junior. Kalo aku, Setiap aku menulis, Pihak terkait langsung kebakaran jenggot dan bergegas menelponku, Kau mana bisa gitu," Ujar teman yang satu kepada teman dihadapannya.

Walau terlihat dilontarkan dengan penuh canda, Namun penulis menangkap sebuah kesan arogansi yang ditujukan oleh seseorang yang merasa senior tersebut kepada orang yang dianggapnya junior.

Bila kita menengok Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Senioritas mempunyai arti keadaan lebih tinggi dalam hal pangkat, pengalaman, dan usia. Tingkatan yang diperoleh dari umur atau lamanya menggeluti suatu profesi maupun pekerjaan.

Dalam bentuk negatif, Sikap senioritas ini kerap mengarah kepada tindakan otoriter, Cenderung mengkerdilkan kemampuan orang lain.

Dan sikap ini berhubungan dengan penyakit Megalomania, Yang secara umum diartikan sebagai keyakinan dalam diri seseorang bahwa ia memiliki kebesaran, Kekuatan, Kecerdasan, Dan keagungan.

Menurut penulis, Seseorang yang merasa dirinya sebagai senior mestinya memiliki kewajiban untuk mengajari, Menghormati, Dan merangkul junior untuk kebaikan, Guna mencapai hal konstruktif.

Sesama manusia harus mengedepankan paham egaliterianisme (Sederajat). Karena pada hakikatnya, Seseorang harus diperlakukan sama dalam dimensi agama, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Bila hal itu tercapai, Maka akan tercipta suasana yang penuh kearifan, Saling mengingatkan, Bahkan saling berbagi pengalaman. Kebutuhan yang mendominasi hanyalah solidaritas antar sesama manusia.


Pematangsiantar, 05 Februari 2024

Sebuah catatan dari Ricki Hamdani

Posting Komentar

0 Komentar