BNFNEWS - Medan - Rahmadsyah Kordinator Aksi Aksi Aliansi Jukir Kota Medan melaporkan Iswar Lubis Kadis Perhubungan Kota Medan di duga melakukan Mal Adminitrasi terkait salah seorang Jukir Kota Medan yang di razia dan di ambil duitnya
"Hari ini, resmi kita laporkan Diahub Kota Medan yang sudah mengambil uang juru parkir saat razia," ungkapnya, Kamis (8/8/2024)
Lanjut Rahmad mengatakan bahwa dirinya Ombudsman Sumut menindak lanjuti laporannya
"Kita berharap Ombudsman Sumut menindak lanjuti laporannya sehingga kasus ini bisa di usut tuntas sehingga Ombudsman Sumut memberikan Rekomendasi Copot Kadishub Kota Medan dan batalkan Perwal Parkir Berlangganan," pungkasnya.
Sebelumnya di beritakan, Amin dan Jikri adalah juru parkir (Jukir) yang menjadi korban uangnya di ambil oleh Dishub Kota Medan saat razia beberapa waktu yang lalu.
"Ya bang, aku lagi jaga parkir, tiba - tiba Dishub datang, memiting leherku dan membawaku naik mobil Satpol PP dan uang aku di ambil mereka dengan alasan barang bukti," ungkapnya
Iswar Lubis Kadishub Kota Medan mengakui bahwa petugasnya mengambil uang juru parkir sebagai barang bukti kalo jukir tersebut ada melakukan pengutipan
"Razia kita lakukan secara gabungan dengan satpol pp terhadap jukir2 yang masih melakukan pengutipan, barang bukti kalo ybs ada melakukan pengutipan bang," katanya
Terkait hal tersebut Elfanda Anada Pengamat Anggaran menyampaikan tanggapannya bahwa Keresahan warga kota Medan sejak berlangsungnya parkir berlangganan terus berlangsung antara pengguna parkir ditepi jalan umum dan jukir yang belum resmi mendapat penugasan sebagai jukir berlangganan.
Untuk pengguna parkir yang punya stiker parkir berlangganan tentunya akan dirugikan karena kebijakan walikota Medan Bobby Nasution belum terimplementasi sesuai dengan pernyataannya.
Tujuan perubahan kebijakan parkir dari konvensional, E Parking sampai berlangganan untuk meningkatkan PAD ternyata tidak terwujud. Begitu juga janji meningkatkan pelayanan perparkiran juga masih hanya sebuah harapan yang sulit terwujud. Menyediakan jukir yang akan digaji sebesar Rp.2,5 juta perbulan masih sedikit petugasnya.
Proses penyedia jasa atau vendornya juga tidak transparan dan terkesan ada pengaruh orang dalam yang kuat sebagai pemenangnya.
Selain itu, Razia petugas juru parkir yang masih melakukan pengutipan uang cash di tangkapi dan uangnya disita dan jukir diperlakukan bak penjahat. Disatu sisi, uang yang disita dari jukir tersebut tidak diketahui kemana perginya.
Padahal, Razia belakangan ini cukup masiv dan uang yang disita jumlahnya cukup lumayan. Berbagai pengakuan yang diperoleh dari sumber berita https://www.kabarriau.com/berita/10537/aliansi-jukir-minta-stop-rampok-jukir-alasan-pendataan-oleh-dishub-kota-medan para petugas jukir digeledah isi saku dan dompetnya.
Apabila ditemuakan uang tersebut disita dan tidak ada tanda terima berapa nominalnya.
Tentu saja praktik seperti ini menimbulkan permasalahan baru bagi administrasi keuangan dimana bila ada uang yang disita akibat pungli dan sebagainya harus dicatat nominalnya.
Harus juga diketahui sumbernya lewat pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jangan sampai uang yang disita sebenarnya bukan uang yang bersumber dari profesi jukir saat dilapangan.
Mungkin saja ada uang pribadi yang harus dibuktikan agar tidak ada penyimpangan kewenangan petugas.
Selain itu, kalau uang yang disita katanya sebagai alat bukti tentunya harus ada mekanisme sita serta penyetoran kerekening yang sudah diatur dalam undang undang. Jangan sampai ada petugas baik satpol PP maupun dinas perhubungan yang mengambil keuntungan pribadi dan melakukan penganiayaan serta pemerasan terhadap oknum jukir yang dirazia.
Kalau ini terjadi, tentunya sangat bertentangan pernyataan dan semangat kepala dinas perhubungan untuk tetap memikirkan kesejahteraan para jukir dalam kebijakan pelaksanan parkir berlangganan.
Dalam pernyataan kepala dinas diberbagai pertemuan dan media sosial disebutkan bahwa dinas mengutamakan jukir yang ada untuk direkrut sebagai jukir dengan ketentuan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang telah disiapkan oleh dinas perhubungan.
Padahal, praktiknya perlakukan oknum petugas dinas perhubungan dilapangan justeru bertentangan dimana ada jukir yang dianiaya oleh petugas.
"Preseden buruk ini tentunya sangat bertentangan dengan prinsip mengayomi dan memanusiakan warga kota Medan," katanya, Senin (6/8/2024)
Lanjut Elfanda Ananda mengatakan bahwa Apa yang terjadi diatas sangat disayangkan dimana kebijakan parkir berlangganan secara adminsitrasi peraturan telah bermasalah karena tidak melibatkan dewan perwakilan rakyat daerah, secara regulasi naungan perda parkir berlangganan tidak ada muatannya diperda nomor 1 tahun 2024 serta konflik dilapangan semakin mengkhawatirkan tanpa disiapkan secara baik implementasi kebiajakn parkir berlangganan.
Selain itu, saat ini pemko Medan juga tidak konsisten dalam pengembangan ekonomi dimana Masyarakat luar daerah kota Medan disulitkan untuk datang kekota Medan.
Ada ketidak nyamanan karena harus membeli stiker berlangganan padahal mereka hanya sebentar datangnya. Konsekuensi dari dilarangnya kenderaan parkir ditepi jalan tanpa memeiliki stiker parkir berlangganan akan membawa dampak ekonomi dan pariwisata melemah. Padahal, pemko Medan mengandalkan sumber ekonominya dari perdagangan, kuliner, wisata dan sebagainya.
Tentunya, dengan banyaknya problem parkir berlangganan wrag luar daerah akan berfikir ulang untuk sering sering datang kekota Medan. Padahal kita tahu setiap jumat malam hingga minggu banyak pendatang dari luar daerah karena kota Medan sebagai tempat kunjungan yang selama ini mereka lakukan.
Jadi, sangatlah tidak bijak pemko Medan meneruskan parkir berlangganan yang merugikan ekonomi dan juga aparat dinas perhubungan dan satpol PP yang menjadikan kebijakan ini sebagai alat pemerasan kepada juru parkir yang illegal.
"Tentunya, dorongan lain dari Masyarakat meminta BPK RI melakukan audit investigative terhadap persoalan kebiajak parkir berlangganan kota Medan," pungkasnya.**
0 Komentar