Siantar bnfnews. Com, Ternyata penyidik Polres Siantar telah menetapkan Julham Situmorang sebagai tersangka dalam perkara dugaan penyalahgunaan wewenang.
Dalam hal ini, berhubungan dengan jabatannya, tersangka diduga “memeras” pihak Rumah Sakit Vita Insani terkait lahan parkir yang ada di depan rumah sakit swasta tersebut pada tahun 2024 yang lalu.
Penetapan tersangka diketahui, setelah Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Siantar Hery Pardamean Situmorang SH menginformasikannya kepada jurnalis, Jumat 14 Maret 2025.
Julham Situmorang yang menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Siantar, dijerat penyidik dengan Pasal 12 huruf e subsider Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Pemberantasan Korupsi.
Dijelaskan Hery, perkara dugaan penyalahgunaan wewenang itu diketahui jaksa penuntut umum (JPU) secara resmi, setelah penyidik mengirim Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).
“SPDP atas nama Julham Situmorang diterima 25 Pebruari 2025,” ujar Hery Pardamean Situmorang SH, di Kantor Kejari Kota Siantar.
Hanya saja, setelah diteliti, berkas perkara itu masih dianggap kurang oleh jaksa. Oleh JPU, berkas dinyatakan belum lengkap (P18). Informasi berkas P18, sudah disampaikan ke penyidik pada 10 Maret 2025.
Sedangkan petunjuk kepada penyidik (P19) atas kekurangan berkas perkara tersebut, katanya akan disampaikan JPU kemudian.
Sementara, pihak lain yang juga diduga terlibat pada perkara itu, Tohom Lumban Gaol (Pegawai Dinas Perhubungan Kota Siantar), hingga saat ini, Kejari Kota Siantar belum ada menerima SPDP dari penyidik Polres Siantar.
“Atas nama Tohom Lumban Gaol, berkasnya belum ada diterima. SPDP nya juga belum ada kami terima,” katanya.
Berikut bunyi Pasal 12 huruf e dan Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 sebagaimana yang disangkakan penyidik kepada Julham Situmorang:
Pasal 12 huruf e
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. (Tim/red)
0 Komentar